Bingkaiwarta.com – Rencana pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 1 Januari 2025 menuai penolakan. Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) mengungkapkan tiga alasan kuat mengapa kenaikan tersebut sebaiknya ditunda. Keputusan ini dinilai krusial mengingat dampaknya terhadap daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah ke bawah.
Related Post
Ketua Umum APPBI, Alphonzus Widjaja, menjelaskan secara rinci alasan penolakan tersebut. Pertama, kenaikan PPN diyakini akan memicu lonjakan harga barang dan produk. Kondisi ini akan semakin memberatkan masyarakat kelas menengah ke bawah yang daya belinya sudah tergerus. "Kenaikan tarif PPN pasti akan menaikkan harga barang, harga produk. Padahal, daya beli masyarakat kelas menengah bawah saat ini sedang turun. Ini akan mempersulit mereka," tegas Alphonzus dalam acara Klingking Fun di Jakarta, Kamis (28/11/2024).
Alasan kedua yang dikemukakan Alphonzus adalah tarif PPN Indonesia saat ini sebenarnya tidaklah rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Menurutnya, tidak ada urgensi atau kondisi darurat yang mengharuskan kenaikan PPN saat ini. "Jadi, saya kira tidak ada alasan darurat atau mendesak untuk menaikkan tarif PPN," jelasnya.
Dengan demikian, APPBI secara tegas meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali rencana kenaikan PPN tersebut dan menundanya demi menjaga stabilitas ekonomi dan daya beli masyarakat. Dampak negatif kenaikan PPN terhadap sektor ritel dan perekonomian secara keseluruhan perlu dikaji ulang secara mendalam.
Tinggalkan komentar